Secara sederhana
biodiesel didefinisikan sebagai bentuk bahan bakar diesel yang menyebabkan
lebih sedikit kerusakan lingkungan dibandingkan bahan bakar diesel standar.
Biodiesel biasanya dibuat dari minyak nabati melalui proses kimia yang disebut
transesterifikasi.
Pada
prinsipnya, proses transesterifikasi adalah mengeluarkan gliserin dari minyak
dan mereaksikan asam lemak bebasnya dengan alkohol (misalnya metanol) menjadi
alkohol ester (Fatty Acid Methyl Ester/FAME), atau biodiesel. Teknologi yang
digunakan dalam proyek ini adalah metode transesterifikasi sederhana dua tahap
dengan sistem "batch" yang telah dioptimasikan dan telah diuji
(Anggraini Suess, 1999).
Transesterifikasi
dilakukan dengan mencampur minyak jelantah dengan metanol dengan menggunakan
katalisator KOH. Proses transesterifikasi berlangsung selama 1/2-1 jam pada
suhu sekitar 400 C. Campuran yang terjadi kemudian didiamkan sehingga terbentuk
dua lapisan, yaitu lapisan bawah adalah gliserin dan lapisan atas metil ester
(biodiesel). Agar reaksi berlangsung sempurna, maka biodiesel hasil dari tahap
pertama kemudian direaksikan lagi dengan metanol (tahap kedua). Hal ini untuk
mengantisipasi kandungan gliserin total (bebas dan terikat) dalam biodiesel,
supaya tidak terjadi deposit pada motor.
Semua kendaraan
keluaran baru dapat menggunakan biodiesel. Dalam kebanyakan kasus biodiesel
tidak digunakan dalam bentuk murni (B100) melainkan dicampur dengan diesel
standar. Hal ini terutama karena diesel standar lebih baik daripada biodiesel
murni saat berurusan dengan suhu rendah dan juga diduga memiliki dampak yang
lebih baik pada daya tahan mesin.
Seperti
telah dikatakan sebelumnya, biodiesel lebih ramah lingkungan dibandingkan
dengan diesel standar, dan tidak hanya itu, biodiesel juga biodegradable dan tidak beracun.
Mengenai
perbandingan tingkat emisi CO2 dari biodiesel dan diesel standar, biodiesel
muncul sebagai pemenang dengan menghasilkan sampai 75% lebih sedikit emisi CO2
dibandingkan dengan diesel standar. Artinya dengan menggunakan lebih banyak
biodiesel daripada diesel standar, kita dapat mengurangi dampak perubahan
iklim.
Menggunakan
biodiesel sebagai pengganti diesel standar tidak hanya akan membantu
lingkungan, tetapi juga akan membantu meningkatkan kemandirian energi dan
keamanan energi negara. Kelemahan dari penggunaan biodiesel lebih karena
biodiesel sebagian besar masih diproduksi dari tanaman pangan yang dalam
skenario terburuk menyebabkan peningkatan harga pangan dan bahkan meningkatkan
kelaparan di dunia. Inilah alasan utama mengapa para ilmuwan melihat berbagai
bahan baku biodiesel potensial lainnya, contohnya adalah rumput dan alga.
Minyak nabati sebagai
sumber utama biodiesel dapat dipenuhi oleh berbagai macam jenis tumbuhan
tergantung pada sumberdaya utama yang banyak terdapat di suatu tempat/negara.
Indonesia mempunyai banyak sumber daya untuk bahan baku biodiesel, yang hingga
saat ini sudah banyak penemuan yang menemukan berbagai jenis tanaman yang
memiliki potensi dalam menghasilkan biodiesel. Tamanan penghasil biodiesel yang
telah diketahui hingga kini, diantaranya adalah alga, kemiri sunan, tamanan
nyamplung, jarak, dan sawit. Tanaman-tanaman penghasil biodiesel tersebut
memiliki bagian tertentu yang digunakan sebagai penghasil biodiesel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar